Dalam beberapa penafsiran yang tertuang dalam beberapa kitab tafsir, sidratul muntaha dimaknai sebagai sebuah pohon nabq ( bidara ) yang terletak disisi kanan Arsy dan tidak dapat dilewati oleh seorangpun tidak terkecuali malaikat kecuali atas izin Allah SWT. Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaanTuhan.
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu.
Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
“ Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16) ”
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani yang terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
Kemuliaan terkhusus kepada Rasulullah SAW ketika mengunjungi sidratul muntaha dalam rangkaian Isra’ Mi’raj beliau. Sidratul muntaha termaktub dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 16 :
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (١٦)
Artinya : (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.Ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa Allah SWT mengaitkan antara as-sidrah dan jannah al-ma’wa yang hanya ditempati para malaikat, arwah syuhada, orang orang yang bertakwa, sebagaimana hal ini merujuk pada tafsir Al-Jalalain.
Sidratul Muntaha dan Pertemuan Rasulullah SAW
Ada beberapa pendapat mengenai kebertemuan Rasulullah SAW dengan Allah SWT di sidratul muntaha, yaitu :
Imam At-Thabari berpendapat Rasulullah melihat malaikat Jibril AS dalam rupa dan wujud asli untuk kali kedua ditempat tersebut.
Abdullah Ibn Abbas dan Ikrimah berpendapat bahwa Allah SWT memuliakan Nabi Ibrahim sebagai Khalilullah ( kekasih Allah ), memuliakan Nabi Musa As sebagai Kalimullah ( orang yang dapat berbicara dengan Allah SWT), dan memuliakan Rasulullah SAW sebagai orang yang dapat melihat Allah SWT.
Aisyah sendiri menyangkal dan mengatakan bahwa orang yang mengatakan bahwa Rasulullah melihat Allah di sidratul muntaha berarti telah membuat kebohongan yang besar terhadap Allah SWT, sebab Allah sendiri berfirman :
لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (١٠٣)
Artinya : Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.Imam AthThabari menegaskan ayat ayat yang ada dalam Al-Qur’an tidak merujuk konteks Rasulullah bertemu dengan Allah, melainkan konteks pertemuan dengan Jibril, seperti pada ayat :
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥)
Artinya : yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (QS An-Najm 5)وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣)
Artinya ; dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (QS An-Najm 13)Dari kedua ayat diatas, seluruh kata penunjuk ( dhamir ) menunjukkan bahwa yang terlihat di sana adalah Malaikat Jibril As.
Imam An-Nasafi dalam tafsirnya menuturkan bahwa jumhur ulama (mayoritas) berpendapat bahwa sidratul muntaha adalah pohon nabq yang terdapat dilangit ketujuh dan terletak disisi kanan ‘Arsy, menjadi terminal / batas ( muntaha ) karena berada dipenghujung surga, tak ada mahlukpun yang berani mendekatinya bahkan malaikat muqarribun sekalipun. Dikatakan pula bahwa sidratul muntaha adalah terminal akhir pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat Jibril. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar