Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa “bukan begal dan melebihi keledai putih” demikianlah disebutkan dikarenakan ia adalah binatang tunggangan atau dengan melihat lafazh “buraq”. Hikmah pensifatan itu adalah sebagai isyarat bahwa orang yang menungganginya adalah dalam keadaan nyaman bukan dalam keadaan perang atau ketakutan. Atau pula untuk menampakkan mu’jizat yang terjadi karena kecepatannya yang sangat cepat dengan menunggangi seekor binatang yang tidak pernah disifatkan dengan sifat seperti itu jika menurut keadaan normal. (Fathul Bari …
Didalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Hudzaifah bin al Yaman mengatakan bahwa Rasulullah saw telah diberikan seekor binatang yang punggungnya panjang dan langkahnya adalah sepanjang mata memandang. Mereka berdua (Rasulullah saw dan Jibril as, pen) tidaklah terpisahkan diatas punggung buraq sehingga mereka meyaksikan surga dan neraka … kemudian mereka berdua kembali pulang ke tempat semula (ketika berangkat)…” (Abu Isa mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih)
Imam Nawawi menyebutkan bahwa para ahli bahasa mengatakan,”Buraq adalah nama binatang yang ditunggangi Rasulullah saw di malam isro.” Az Zubaidiy didalam “al Mukhtashar al ‘Ain” dan pemilik kitab “at Tahrir” mengatakan,”Buraq adalah binatang yang ditunggangi oleh para Nabi as.” Yang dikatakan oleh kedua orang itu dengan menyertakan semua nabi didalam hal ini membutuhkan dalil yang shahih.
Ibnu Duraid mengatakan bahwa “buraq” berasal dari kata al barqi (kilat) insya Allah ta’ala karena kecepatannya. Ada yang mengatakan,”Dinamakan buraq dikarenakan terlalu bersih, mengkilat dan sangat cepatnya.” Ada yang mengatakan,”Karena warna putihnya.” Al Qodhi mengatakan,”Kemungkinan dinamakan buraq karena dia memiliki dua warna, dikatakan ‘syaatun barqoo’ (kambing kilat) apabila disela-sela bulunya yang berwarna putih terdapat bercak-bercak hitam” Dia berkata,”didalam hadits itu disifatkan bahwa buraq itu berwarna putih. Bisa jadi ia dari jenis kambing kilat dan dia terbatasi dengan warna putih.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi al israa bi rosulillah …)
Dengan demikian bagaimana hakekat dari bintang buraq itu? seperti apakah dia? Apakah dia memiliki sayap? Berapakah kecepatannya sekali dia melangkah? Bagaimana mungkin mereka bisa selamat melintasi atmosfer bumi? Maka itu semua adalah termasuk didalam perkara-perkara ghaib yang kita tidak bisa mengatakannya melebihi dari nash-nash shahih yang telah menceritakan tentang hal itu. Kita tidak dituntut untuk mena’wilkannya namun dituntut untuk mengimaninya saja. Dan apabila hal-hal itu ada manfaatnya bagi kehidupan manusia pastilah Rasulullah saw menjelaskannya kepada kita.
Dengan Badan atau Ruhnya Saat Rasul saw Isro Mi’raj
Al Hafizh Ibnu Katsir mengatakan bahwa telah terjadi perselisihan diantara manusia : Apakah isra’ itu dengan badan Rasulullah saw dan ruhnya ? atau ruhnya saja? Maka ada dua pendapat : kebanyakan ulama berpendapat bahwa isra dilakukan dengan badan dan ruhnya saw dalam keadaan terjaga tidak tidur, dan tidak bisa dipungkiri bahwa Rasul saw melihat itu semua sebelumnya didalam mimpi lalu dia melihatnya setelah terjaga karena beliau saw tidaklah melihat didalam mimpi kecuali seperti fajar menyingsing. Dalil dari itu adalah firman Allah swt :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ
Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya.” (QS. Al Isra : 1)
Tasbih itu dilakukan terhadap perkara-perkara besar, seandainya beliau saw dalam keadaan tidur maka didalam hal itu tidaklah ada sesuatu yang besar dan bukan perkara yang minta dibesarkan…. Hal lainnya juga adalah sesungguhnya kata “abdun” (hamba adalah ungkapan yang menggabungkan ruh dan jasad, sebagaimana firman-Nya :
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ
Artinya : “yang telah memperjalankan hamba-Nya.” (QS. Al Isra : 1)
Allah swt berfirman :
وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلاَّ فِتْنَةً لِّلنَّاسِ
Artinya : “Dan kami tidak menjadikan mimpi yang telah kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.” (QS. Al israa : 60)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia adalah penglihatan yang disaksikan oleh mata yang telah diperlihatkan kepada Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori,”Beliau saw telah diisrokan, dan pohon yang terlaknat adalah pohon zaqqum.”
Allahs wt berfirman :
Artinya : “Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.” (QS. Al Isra : 17)
Al Bashor (penglihatan) adalah alat secara fisik bukan ruh. Begitu juga bahwa beliau menunggang buraq, binatang putih bersinar dan mengkilat, sesungguhnya hal itu untuk badan bukan untuk ruh…. Wallahu A’lam
Sementara yang lain berpendapat bahwa Rasulullah saw diisrokan dengan ruhnya saja tidak dengan jasadnya. Muhammad bin ishaq bin Yasar didalam “Siroh” nya mengatakan,”Ya’qub bin Utaibah bin al Mughiroh telah bercerita kepadaku bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan pernah ditanya tentang isronya Rasulullah saw?’ dia menjawab,”mimpi dari Allah itu benar.”
Sebagian dari keluaga Abu Bakar bercerita kepadaku bahwa Aisyah berkata,”Jasadnya Rasul tidaklah menyertai akan tetapi beliau saw diisrokan dengan ruhnya.”
Rasulullah saw bersabda,”Kedua mataku tidur sedangkan hatiku terjaga.” Allah Maha Mengetahui apa yang terjadi. Jika Allah ingin memperlihatkan dengan mata maka Dia akan perlihatkannya dengan mata dalam keadaan apa pun baik tidur maupun terjaga, semua itu benar, demikianlah perkataan Ibnu Ishaq. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz V hal 43 – 44).wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar