Rukyah berasal dari kata raa’ yara ru’yah artinya melihat. Dalam ilmu fiqih rukyah artinya melihat hilal pada akhir bulan untuk menentukan datangnya awal bulan baru. Sebagian ulama dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan rukyah, sebagian lagi memilih hisab, dan ada pula yang menggunakan rukyat dan hisab.
Menurut mazhab imam Syafi’i dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan tidak dibenarkan mengunakan hisab. Puasa adalah ibadah sama dengan shalat dan haji. Dan waktu-waktu ibadah sudah diterangkan jelas dalam Syariat. Maka menurut beliau menggunakan ilmu hisab dalam hal yang berkaitan dengan ibadah tidak dibenarkan.
Dalilnya: sabda Rasulallah saw,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ: فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ (رواه البخاري )
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika kamu terhalang oleh kabut, maka sempurnakanlah jumlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari)
Hadist di atas menerangkan kepada kita bahwa untuk menentukan awal bulan Ramadhan atau Syawal adalah dengan rukyah. Jika tidak dapat rukyah karena langit mendung, umat Islam cukup menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.
Dalil lainya sabda Rasulullah saw dari Ibnu Umar ra:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ (صحيح مسلم بشرح النووي)
“Janganlah kalian semua berpuasa sehingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka sehingga kalian melihat hilal. Jika hilal tertutup awan, maka hitunglah bulan itu”. (HR Muslim)
Dalam hadist di atas Rasulallah saw menggunakan kalimat larangan ”janganlah”. Sementara larangan menunjukkan makna haram. Jadi hadist ini menerangkan haramnya puasa sebelum melihat hilal dan tidak ada kewajiban puasa sebelum hadirnya hilal. Jadi puasa dilarang sebelum hilal benar-benar dapat dilihat.
عن ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرَ هَكَذَا وَهَكَذَا، يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ (متفق عليه).
Dari Ibnu Umar ra, Rasulallah saw bersabda: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi yang tidak dapat menulis dan menghitung. Jumlah bulan ini seperti ini dan seperti ini, maksudnya, satu bulan terkadang jumlahnya 29 hari dan kadang kali 30 hari”(HR Bukhari Muslim).
Maksudnya bahwa kebanyakan umat Islam adalah umat yang tidak dapat membaca dan menghitung. maka cara yang paling mudah untuk mengetahui awal bulan adalah dengan cara rukyah. Beliau tetap tidak mau menggunakan hisab meskipun para sahabat pada saat itu ada yang pintar-pintar dan ilmu hisab sudah ada. Akan tetapi agama tidak menganjurkan berpuasa keculali dengan melihat hilal.
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ – البقرة ﴿١٨٥﴾
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada dibulan itu, maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqarah :185).
Kesimpulan ayat di atas bahwa setiap orang Islam yang menyaksikan hilal pada bulan Ramadhan, maka umat Islam sudah diwajibkan berpuasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar