Puasa Wajib (Ash-shaum)
Allah berfirman:
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ – البقرة ﴿١٨٣﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”, al-Baqarah 183
Ash-shaum dalam bahasa artinya menahan diri dari sesuatu dan dalam ilmu fiqih artinya menahan diri dari makan, minum dan segala yang membatalkan puasa dari mulai fajar menyingsing sampai tenggelamnya matahari.
Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun 2 Hijriah.dan merupakan salah satu rukun islam yang kelima sesuai dengan hadits Nabi saw yang dirwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra.
Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat. Dalam menyabut bulan yang penuh pengampunan ini, dari Salman ra, Rasulallah saw suatu hari di akhir bulan Sya’ban bersabda:
عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ: ” يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيهِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ،.. ( رواه البيهقي )
“Wahai semua manusia, telah datang kepadamu bulan yang agug, penuh keberkahan, didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Diwajibkan padanya puasa dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamya. Siapa yang mengerjakan satu kebaikan (sunah) pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu kewajiban (fardhu) dibulan-bulan lain. Siapa yang mengerjakan ibadah wajib (fardhu) seakan-akan mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban di bulan-bulan lain “ (HR. al-Baihaqi)
Selain yang disebut diatas banyak sekali kelebihan dan keberkahan yang Allah berikan kepada hamba-Nya melalui Ramadhan ini. Dan yang paling istimewa adalah satu malam yang diliputi dengan keberkahan, keselamatan, kedamaian dan rahmat. Malam yang istimewa itu lebih mulia dan lebih baik dari seribu bulan, dinamakan malam ”Lailatul Qadr”.
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat. (HR Bukhari dan Muslim)
Al Qadr dalam bahasa berarti kemuliaan atau tempat kedudukan yang tinggi, atau dikatakan juga takdir (ketentuan). Ia merupakan tempat menentukan segala urusan dalam setiap tahun
Lailatul qadr itu lebih mulia dari seribu bulan. Coba banyangkan lebih mulia dari 100 bulan artinya lebih mulia dari 83 tahun. Dan melakukan ibadah pada malam itu pahalanya setara dengan melakukan ibadah 83 tahun. Sedang usia manusia saja belum tentu bisa mencapai 83 tahun. Tentu saja itu merupakan kemurahan.
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَآ أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿٣﴾ تَنَزَّلُ ٱلْمَلاَئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ﴿٤﴾ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ ﴿٥﴾
Artinya: “Sesungguhnya kami menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajr” (Qs Al Qadr ayat: 1-5).
Wajib Puasa
Puasa diwajibkan atas:
1- Muslim. Allah tidak berseru kepada orang kafir untuk berpuasa, Dia berseru kepada orang orang beriman.
2- Berakal
3- Baligh (Dewasa)
Tidak wajib bagi anak kecil dan orang gila sesuai dengan hadist Nabi saw
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الصَّبِى حَتَّى يَبْلُغَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يُفِيقَ (أبو داود والنسائي بإسناد صحيح)
Dari Ali bin Abi Thalib ra, sesungguhnya Rasulallah saw berkata: ”Terangkat pena (terlepas dari dosa) atas tiga, anak kecil sampai baligh, orang tidur sampai bangun dan orang gila sampai sembuh dari gilanya” (HR Abu Daud dan Nasai dengan isnad shahih).
Anak kecil yang berusia 7 tahun disuruh berpuasa sekuatnya dan dipukul jika tidak berpuasa kalau sudah berusia lebih dari 10 tahun. Hukum ini berkiyas dari hukum shalat untuk anak kecil.
4- Kuasa (kuat berpuasa)
Artinya tidak wajib bagi orang yang sudah lanjut usianya atau berusia udzur, orang sakit dan orang sakit yang tidak ada harapan kesembuhannya
Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ – الحج ﴿٧٨﴾
”Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”, (Qs al-hajj ayat: 78)
Syarat Puasa
1- Islam
2- Berakal
3- Suci dari haidh dan nifas
Artinya haram bagi wanita yang sedang haidh dan nifas melakukan shalat dan puasa
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخدري رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِى لُبٍّ مِنْكُنَّ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ قَالَ أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَتَمْكُثُ اللَّيَالِىَ مَا تُصَلِّى وَتُفْطِرُ فِى رَمَضَانَ فَهَذَا نُقْصَانُ الدِّينِ (أحمد ومسلم وابو داود)
Sesuai dengan hadits Nabi saw dari sa’id al-Khudhri, beliau bersabda ”Aku tidak melihat kekurangan dalam akal dan agama kecuali pada wanita.”. Mereka bertanya: “Apa kekurangan itu ya Rasulallah”. Beliau menjawab: “Saksi dua perempuan sama dengan satu laki-laki itulah kekurangan dalam akal, begitupula bangun malam tapi tidak shalat dan berbuka di bulan Ramadhan, itulah kekurang dalam agama” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud)
4- Niat
Niat ini dilakukan setiap hari sesuai dengan hadist sebelumya ”segala perbuatan harus disertai dengan niat”. Setiap hari puasa Ramadhan merupakan ibadah tersendiri, maka wajib diniati setiap hari
لِمَا رُوِىَ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَلا صِيَامَ لَهُ (الترمذي وابو داود والنسائي
Sesuai dengan hadits Nabi saw ”siapa yang tidak meniati puasanya di malam hari, maka tiada puasa baginya” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, An-Nasai).
Adapun puasa sunah boleh diniati di siang hari sebelum waktu dhuhur
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ يَا عَائِشَةُ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ قَالَتْ : فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ قَالَ فَإِنِّي صَائِمٌ (رواه مسلم)
sesuai dengan hadits Nabi saw dari Aisyah ra, suatu hari beliau pernah bersabda ”Apakah kamu punya makanan wahai Aisyah”, Aisyah berkata ”tidak wahai Rasulallah”, maka beliau bersabda ”Aku berpuasa” (HR Muslim)
5- Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai lepas fajar sampai tenggelam matahari. Allah berfriman:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ – البقرة ﴿١٨٧﴾
Artinya: ”dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,” (Qs Al-Baqarah ayat: 187)
Siapa Yang Dibolehkan Tidak berpuasa?
1- Orang musafir dengan maksud perjalanan yang mubah
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، أَنَّ حَمْـزَةَ بْنَ عَمْرٍو الأَسْلَمِيَّ ، سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصُومُ فِي السَّفَرِ ؟ قَالَ : إِنْ شِئْتَ فَصُمْ ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Aisyah ra bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami berkata “wahai Rasulallah apakah aku berpuasa jika aku musafir? Rasulallah saw bersabda “jika kamu mau, berpuasalah dan jika kamu mau, berbukalah” (HR Bukhari Muslim)
Dan bagi musafir wajib meng-qadha (membayar) puasanya di lain bulan tanpa membayar fidyah
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ – البقرة ﴿١٨٤﴾
Artinya: “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”, (Qs al-Baqarah ayat:184)
2- Orang tua yang lanjut usianya (usia udzur) dan tidak mampu berpuasa maka cukup baginya membayar fidyah setiap hari satu mud (kurang lebih 1 liter beras) dibagikan kepada fakir miskin
Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ – الحج ﴿٧٨﴾
Artinya: ”Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Qs al-Hajj ayat: 78)
عَن} عَطَاء أَنَّهُ سَمِعَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ { وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيـَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ } (البقرة 184) قال ابن عباس لَيْسَتْ مَنْسُوخَةً ، هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لَا يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا (رواه الشيخان)
Dari ’Atha ra, ia mendengar Ibnu Abbas ketika membaca ayat ”Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” al-Baqarah 184. Ia berkata: ayat ini bukan mansukh, tapi ayat ini berlaku bagi laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usianya dan tidak mampu melakukan puasa. (HR Bukhari Muslim).
Hadits Atha’ ini telah diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Anas, dan Abu Hurairah ra. Mereka tidak bertentangan dengannya. Maka pendapat Ibnu Abbas dianggap ijma’ sukuti (tidak dikomentari)
3- Orang sakit (lihat ayat di atas).
Jika sakitnya ada harapan sembuh maka wajib meng-qadha’ (membayar) puasanya setelah sembuh tanpa membayar fidyah, jika sakitnya tidak ada harapan sembuh maka tidak wajib meng-qadha’ puasanya, dan sebagai penggantinya wajib baginya membayar fidyah tiap hari satu mud (kurang lebih 1 liter beras) seperti orang tua
4- Ibu yang hamil dan yang sedang menyusui bayinya, jika takut berbahaya atas dirinya saja atau takut berbahaya atas dirinya dan bayinya maka wajib ia meng-qadha (membayar) puasanya tanpa membayar fidyah, dan jika takut berbahaya atas bayinya saja maka wajib ia meng-qadha puasanya dan membayar fidyah
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ – البقرة ﴿١٨٤﴾
Artinya: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”, (Qs al-Baqarah ayat: 184)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اَيَة (وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ) قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا يَعْنِي عَلَى أَوْلادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا. (أبو داود و الطبراني بإسناد صحيح)
Menurut Ibnu abbas ra ayat “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” merupakan rukhsah (keringanan) bagi laki-laki dan wanita yang sudah tua dan tidak mampu berpuasa agar berbuka dan sebagi penggantinya memberi makan orang miskin setiap hari, begitu pula ayat tsb merupakan rukhsah bagi wantia hamil dan yang menyusui, jika takut atas bayinya boleh berbuka dan membayar fidyah” (HR Abu Dawud dan at-Thabrani dengan sanad shahih)
5- Siapa yang membatalkan puasanya karena menolong hewan jinak wajib mengqadha’ puasanya dan membayar fidyah. Hal ini berkiyas kepada wanita hamil dan yang menyusui jika takut atas bayinya.
6- Pekerja keras wajib baginya berpuasa sampai saat saat ia tidak mampu lagi melanjutkan puasanya, maka boleh ia membatalkan puasanya dan wajib meng-qadha di lain bulan tanpa fidyah sama dengan orang sakit. Dan wajib memperbaharui niatnya setiap malam
Allah berfirman:
وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ – البقرة ﴿١٩٥﴾
Artinya: “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,” (Qs al-Baqarah ayat: 195)
Keterangan (Ta’liq):
Yang dimaksud dengan hewan jinak:
1. Hewan jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak termasuk kucing
2. Hewan liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: singa, ular, buaya dan sejenisnya.
Menolong hewan jinak adalah hal yang sangat terpuji dalam agama. Menolong disini dalam arti luas, yaitu menolong disaat kelaparan, kehausan, menolong disaat kena bencana, terbakar, hanyut dibawa arus air dll. Seandainya kita menolong hewan trb dan kita dalam keadaan syiam (puasa) dan penolonganya bisa sampai membatalkan puasa kita, maka boleh berbuka tapi wajib membayar puasanya dan membayar fidyah.
Hukum Menunda Qadha Puasa
Orang yang menunda qadha puasanya sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, wajib baginya meng-qadha puasanya dan membayar fidyah tiap hari satu mud atau kurang lebih 1 liter beras dan kewajiban ini berulang setiap datang bulan Ramadhan semasih ia belum meng-qhada puasanya
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَأَفْطَرَ لِمَرَضٍ ثُمَّ صَحَّ وَ لَمْ يَقْضِهِ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَان آخَر صَامَ الَّذِي أَدْرَكَهُ ثًمَّ يَقْضِي مَا عَلَيْهِ وَ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا (الدارقطني بسند ضعيف لكنه اعتضد بإفتاء الصحابة أي لإفتاء ستة من الصحابة بذلك وهم علي والحسين بن علي وابن عباس وابن عمر وأبو هريرة وجابر رضي الله عنهم )
Sesuai dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra “Siapa yang datang baginya Ramadhan dan tidak berpuasa karena sakit, lalu ia tidak meng-qhada’ puasanya sampai datang ramadhan berikutnya, maka wajib berpuasa ramadhan yang baru datang dan meng-qadha’ puasa ramadhan yang lewat dan memberi makan orang miskin setiap hari” (Ad-Darquthni dengan sanad dhaif tapi dikuatkan dari fatwa 6 shahabat Nabi saw yaitu, Ali, Husen bin Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah dan Jabir Radhiallahu ‘anhum)
Hukum Orang Meninggal Belum Meng-qadha Puasanya
Orang sakit di bulan Ramadhan dan tidak puasa lalu meninggal sebelum mampu untuk membayarnya atau meninggal sebelum sembuh dari sakitnya maka ahli warisnya tidak wajib membayar fidyah dan tidak wajib meng-qadha puasanya
Orang sakit di bulan Ramadhan dan tidak puasa lalu meninggal setelah mampu untuk membayar (mengqadha) puasanya atau meninggal setelah sembuh dari sakitnya dan belum membayar (meng-qadha’) puasanya maka wajib bagi ahli waris membayar fidyah karena puasa adalah ibadah badaniah.yang tidak bisa diwakili semasih hidup atau setelah wafatnya. Tapi boleh diwakili setelah wafatnya atau boleh walinya atau ahli warisnya meng-qadha’ puasanya setelah wafaf dan ini bukan suatu keharusan tapi dibolehkan menurut madzhab syafi’i bagi walinya jika mau.
عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ (أبو داود)
Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Aisyah ra, beliau bersabda “Siapa yang meninggal dan punya hutang puasa, maka walinya meng-qadha’nya” (HR Abu Daud)
Sedang menurut Imam Ahmad bin Hambal yang dimaksudkan dengan hutang puasa disini adalah puasa nadzar. Wallahu’alam
Hukum Orang Yang Batal Puasanya Karena Jima’
Orang yang berjima’ di siang hari di bulan puasa hukumnya haram dan batal puasanya, wajib membayar (meng-qadha’) puasanya di hari-hari yang lain dan membayar kaffarah sebagai penebus dosa yang dilakukannya
Kaffarah
Kaffarah adalah suatu denda untuk menebus dosa yang dilakukan seseorang terhadap Allah karena melakukan pelanggaran yaitu berjima di siang hari di bulan ramadhan.
Melakukan kaffarah ada tiga cara
membebaskan seorang budak sahaya. Jika tidak mampu cara ini maka harus melakukan cara kedua,
berpuasa 60 hari secara berturut-turut (tidak terputus-putus). Jika tidak mampu cara ini maka harus melakukan cara ketiga,
memberi makanan kepada 60 orang fakir miskin setiap orang satu mud atau satu liter beras
Keterangan:
Orang yang telah membebaskan budak sahaya tidak diwajibkan berpuasa 60 hari berturut-turut, dan yang telah berpuasa 60 hari tidak diwajibkan memberi makanan kepada fakir miskin.
Hikmah Tentang Kaffarah
Pada hikmah ini kami akan bawakan satu hadist Rasulallah saw yang diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah ra:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا, فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Ada seorang sahabat datang kepada Nabi saw lalu berkata ”Aku telah binasa Ya Rasulallah”. Nabi pun bertanya ”Apa yang membuat kau binasa?”. Ia memjawab ”Aku telah berjima’ dengan istriku di siang hari di bulan Ramadhan”. Maka Rasulallah saw bersabda ”Apakah kau bisa membebaskan budak sahaya?”. Ia menjawab ”Tidak bisa ya Rasulallah”. Lalu Nabi saw bersabda lagi ”Apakah kamu bisa berpuasa dua bulan berturut-turut?”. Ia menjawab ”Tidak bisa Ya Rasulallah”. Lalu beliau bersabda lagi ”Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?”. Ia menjawab ”Tidak bisa Ya Rasulallah”. Lalu beliau mengambil keranjang berisi kurma, seraya bersabda ”Ambillah kurma ini dan bersedakahlah kepada fakir miskin”. Maka sahabat itu berkata ” Ya Rasulallah, apakah bersedekah kepada orang yang lebih miskin dari kami, sedang tidak ada seorangpun di kampung yang lebih miskin dari kami”. Mendengar perkataaan sahabat ini, beliau tertawa sampai terlihat baham beliau yang mulia, lalu bersabda ”Pergilah dan bawalah kurma ini lalu berilah makan keluargamu”. (HR Bukhari Muslim)
Dari hadits ini kita bisa mengambil suatu istimbath atau kesimpulan bahwa agama yang dibawa beliau adalah agama yang mudah dan bisa membuat solusi dalam bentuk apapun
Yang Membatalkan Puasa
1- Berjima (bersetubuh) di siang hari dengan sengaja walau tidak keluar tanda dan dibolehkan di malam hari setelah berbuka
Allah berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ اللّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتانُونَ أَنفُسَكُمْ – البقرة ﴿١٨٧﴾
Artinya: ”Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,” (Qs al-Baqarah ayat: 187)
2- Mengeluarkan muntah dengan sengaja (jika tidak sengaja tidak batal puasanya)
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَقَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ وَمِنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ (حسن أبو داود و الترمذي و غيرهما)
Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Abi Hurairah ra ”siapa yang muntah dengan sengaja, wajib meng-qadha’ puasanya (karena batal puasanya) dan siapa muntah (dengan tidak sengaja) tidak ada qadha’ baginya atau tidak batal puasanya” (HR Abu Dawud dan Thirmidzi)
3- mengeluarkan mani dengan cara halal atau haram
4- memasuki sesuatu ke dalam tubuh melalui lubang-lubang tertentu yang terbuka
Allah berfirman:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ – البقرة ﴿١٨٧﴾
Artinya: ”dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (Qs al-Baqarah ayat: 187)
Keterangan:
Lubang-lubang tertentu adalah; lubang mulut, lubang hidung, lubang telinga, lubang mata, lubang aurat depan dan belakang. Jika masuk sesuatu dari selain lubang tersebut maka puasanya tidak batal
Berjima dengan terpaksa (diperkosa) tidak membatalkan puasanya
Keluar muntah karena sakit tidak membatalkan puasa
Keluar mani dengan tidak sengaja (karena mimpi) tidak batal puasanya
Sunah-Sunah Puasa
1- menyegerakan berbuka puasa jika masuk waktu maghrib.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ (رواه البخاري)
Sesuai dengan hadist Nabi saw “manusia terhitung baik semasih ia men-segerakan berbuka puasa” (HR Bukhari Muslim). Maksudnya kedisiplinan umat Rasulallah saw dalam melakaukan sunnahnya termasuk hal yang dianjurkan.
2- Berbuka dengan 3 buah kurma, jika tidak ada kurma berbuka dengan air
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ ، فَتُمَيْرَاتٌ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تُمَيْرَاتٌ ، حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ (حسن أبو داود و الترمذي)
Dari Anas bin Malik ra sesungguhnya Rasulallah saw berbuka puasa sebelum shalat dengan memakan beberapa ruthab (kurma segar/basah), apabila tidak mendapatkannya maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan apablia tidak mendapatkannya maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Membaca do’a sewaktu berbuka dengan do’a Rasulallah saw (terlampir di bawah)
3- Memberi makan kepada orang yang berpuasa, pahalanya sama dengan pahala puasa.
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا (الترمذي)
Dari Zed bin Khalid Al-Jihani, Rasulallah saw bersabda: ”siapa yang memberi makan orang berpuasa maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tidak kurang dari pahalanya sedikitpun” (HR At-Tirmidzi)
4- Melakukan sahur dan menundanya sampai sebelum fajar
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً (الشيخان)
Dari Anas bin Malik, Rasulallah saw bersabda: Lakukanlah sahur sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkahan” (HR. Al-Bukhari Muslim)
عَنْ زَيْد بِنْ ثَابِت رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثم قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً (الشيخان)
Dari Anas sesungguhnya Zed bin Stabit ra pernah bersahur bersama Rasulallah saw kemudian shalat bersama sama beliau. Anas bertanya “berapa jarak antara sahur Nabi saw dan shalatnya?” Zed bin Stabit berkata ”jaraknya 50 ayat”, (HR Bukhari Muslim)
5- Menjaga diri dari perbuatan dosa sepanjang hari seperti menjaga lidah dari perbuatan dusta, caci-maki, bohong, ber-ghibah (ceritain orang), bernamimah (mengupat), sombong, nipu, sampai ke usil, nyindir, mau tahu urusan orang, fudhul, suu’ dhon (buruk sangka), ghurur (berbangga diri), dan berbuat perbuatan yang keji.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلا يَرْفُثْ وَلا يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ (الشيخان)
Sesuai dengan hadist Nabi saw dari Abu Hurairah ”jika seseorang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan yang keji dan jangan lalai, jika seseorang menyerangnya atau mencacinya maka katakanlah aku berpuasa” (HR Bukhari Muslim)
6- Memperbanyak ibadah seperti membaca al-Qur’an, berbuat baik dan ihsan terhadap keluarga dan tetangga, dan banyak bersodakah terutama pada hari-hari terakhir puasa dll
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فََرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (مسلم ، النسائي ، أحمد)
Sesuai dengan hadist Nabi saw dari Ibnu Abbas ra berkata, “Rasulullah saw adalah manusia paling baik di bulan Ramadhan di saat bertemu Jibril as, di mana Jibril as sering bertemu beliau pada setiap malam dari bulan Ramadhan, lalu Jibril mengajarkannya al-Qur`an, dan sungguh Rasulullah saw adalah manusia paling cepat dengan kebaikan dari pada angin yang berhembus.” (HR Muslim, An-Nasai, Ahmad).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ (الشيخان)
Hadist lainya dari Aisyah ra sesungguhnya “Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah saw menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya dan mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), (HR Bukhari Muslim).
7- Mandi junub sebelum masuk fajar agar masuk waktu puasa dalam keadaan suci.
8- Tidak memakai wangi-wangian dan segala sesuatu yang menyegarkan tubuh setelah masuk waktu dhuhur
9- Menahan diri dari hawa nafsu di waktu siang hari karena ini merupakan rahasia puasa dan tujuannya
10- Memperbanyak do’a dan istighfar (terlapir di bawah)
Do’a Di Bulan Puasa
1- Do’a berbuka puasa:
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ اَمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله
Artinya: Ya Allah, aku berpuasa untukmu, dan aku beriman kepadamu, dan dengan rizkimu aku berbuka. Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan ditetapkan insya Allah
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ (أبو داود)
Dari Muadz bin Zuhrah ra, sesungguhnya Rasulallah saw jika berbuka, beliau berdo’a: Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizkika afthartu, artinya: ya Allah karena Kamu aku berpuasa dan dengan rizki Kamu aku berbuka (HR Abu Dawud)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إن شَاءَ الله (حسن أبو داود و النسائي)
Hadits lainya dari Abdullah bin Umar ra, sesungguhnya Rasulallah saw jika berbuka, beliau berdo’a: “Dzahaba adz-dzamau wabtallatil ‘uruku wa stabatal ajru insyaallah”, artinya: Hilang dahaga, basah semua urat-urat dan ditetapkan pahala insyaallah (HR Abu Dawud dan an-Nasai’, hadist hasan)
2- Niat puasa
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ للهِ تَعَالَى
Artinya: Aku niat besok melakukan puasa fardhu bulan Ramadah karena Allah
1- Do’a sepanjang bulan puasa
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا
Artinya: Ya Allah sesungguhnya Engkau menyukai pengampunan apunilah kami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar