Puasa Sunah

Puasa Sunah

Puasa sunah terbagi atas tiga bagian

1- Puasa sunnah yang datangnya setahun sekali yaitu:

- Puasa Arafah (9 Dzul Hijjah)

Puasa ini disunahkan bagi orang yang tidak melakukan ibadah Haji, wakutnya jatuh pada hari wukuf di Arafah yaitu tanggal 9 dzul hijjah. Fadhilahnya sangat besar sesuai dengan hadist Nabi saw

عَنْ أَبِي قَتَادَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ (رواه مسلم)

Dari Abu Qatadah ra sesungguhnya beliau bersabda “puasa Arafat terhitung pahalanya di sisi Allah bisa menghapus dosa-dosa tahun yang akan datang, sedang puasa asyura’ bisa menghapus dosa dosa yang telah berlalu (HR Muslim).

Dan bagi yang melakukan ibadah haji tidak disunnahkan untuk berpuasa Arafat hal ini agar bisa memberi kekuatan kepada tubuh dalam menjalankan ibadah haji

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا اخْتَلَفُوا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ : هُوَ صَائِمٌ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لَيْسَ بِصَائِمٍ . فَأَرْسَلْتُ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ بِعَرَفَةَ فَشَرِبَهُ (الشيخان)

Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Ummu al-Fadhl binti al-Harits ra, bahwa orang-orang ragu-ragu mengenai puasa Nabi saw pada hari Arafah, lalu dikirim kepada beliau susu ketika beliau wukuf di atas untanya di Arafah, lalu beliau meminumnya. (HR Bukhari Muslim)

- Puasa Tasu’a dan Asyura’ (9 dan 10 Muharam)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ وَجَدَ اليَهُودَ يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ، فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ، فَقَالُوا: هَذَا اليَوْمُ الَّذِى أَظْفَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى، وَبَنِى إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ، وَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ، ثُمَّ أَمَرَ بِصَوْمِهِ (صحيح البخاري)

Dari Ibnu Abbas ra. Ketika Rasulullah saw memasuki kota Madinah, beliau melihat kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura yaitu tanggal 10 Muharam. Beliau bertanya mengenai puasa mereka itu. Lalu diterangkan bahwa kaum Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai kesyukuran yang Allah telah menyelamatkan nabi Musa as dan membinasakan musuh-Nya Firaun. Lalu Rasulullah saw bersabda:”Kami lebih berhak terhadap Musa daripada mereka”. Maka beliau berpuasa pada hari tersebut dan memerintahkan umat Islam agar turut berpuasa. (HR. Shahih Al-Bukhari).

Puasa Asyura’ sangat besar fadhilahnya sebagimana diterangkan dalam hadits sebelumnya.

Bersamaan dengan puasa Asyura’ Rasulallah saw menganjurkan umatnya agar berpuasa sehari sebelumnya (Tassu’a) yaitu hari 9 Muharram sesuai dengan hadist Nabi saw dari Ibnu Abbas ra:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ , صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ ، لأَصُومَنَّ الْيَوْمَ التَّاسِعَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم)

Dari Ibnu Abbas ra, Rasullah saw bersabda, “jika aku hidup sampai tahun yang akan datang maka aku akan puasa hari Tasu’a, belum sampai datang tahun berikutnya sehingga Rasulallah saw wafat (HR Muslim).Hal ini dianjurkan oleh beliau demi untuk tidak bertasyabbuh kepada Yahudi.

- Puasa 6 hari setelah hari raya Idul Fitri. Puasa sunnah ini dilakukan 6 hari setelah hari raya Idul Fitri, dan yang lebih sempurna lagi jika dilakukannya sehari setelah Idul Fitri dan secara berturut turut 6 hari.

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رواه مسلم)

Sesuai dengan hadits Nabi saw dari Abu Ayyub Al-Anshari ra, Nabi saw bersabda “Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Muslim).

2- Puasa sunnah yang datangnya sebulan sekali

Yaitu tanggal 13, 14, dan 15 tiap bulan Hijriah atau dinamakan juga puasa Ayyamul Bidh. Puasa ini hukumnya sunnah untuk dibiasakan setiap bulan.

عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِصِيَامِ ثَلاثَةَ أَيَامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ (رواه الشيخان)

Dasarnya adalah hadits dari Abi Hurairah ra, ia berkata: ”Rasulalallah telah berwasiat kepadaku agar melakukan puasa 3 hari setiap bulan” (HR Bukhari Muslim)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا صُمْتَ مِنْ شَهْرٍ ثَلَاثًا فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ (حسن الترمذي و النسائي)

Dari Abu Dzar ra, Rasulallah saw bersabda: “Jika kamu berpuasa 3 hari tiap bulan (Ayyamul Bidh) maka berpuasalah tanggal 13, 14 dan 15 (HR At-Tirmidzi, An-Nasai)

3- Puasa sunnah yang datangnya seminggu sekali

Yaitu puasa Senin dan Kamis. Ada beberapa keistimewaan yang terkandung dalam hari Senin dan Kamis tentunya berdasarkan beberapa riwayat yang menunjukkan adanya sisi-sisi keistimewaan yang dimaksud. Misalnya, berkaitan dengan hari lahir dan wafatnya Rasulallah saw, juga berkaitan dengan hari pelaporan amal ibadah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ , فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ ” (حسن أبو داود)

Sesuai dengan hadist beliau dari Abu Hurairah ra, ”Semua amal ibadah manusia dilaporkan pada hari Senin dan Kamis dan aku senang sekali jika amal ibadahku dilaporkan dan aku dalam keadaan puasa” (HR Abu Dawud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages