Adzan & Iqamah
Adzan: merupakan tanda masuk waktu yang didengungkan dengan suara yang keras, hukumnya sunah muakkadah selalu dilakukan Rasulallah saw setiap masuk waktu shalat fardhu.
Syarat Adzan
1- Masuk waktu.
Tidak sah adzan sebelum masuk waktu karena ia merupakan pemberitahuan masuknya waktu kecuali waktu adzan subuh boleh dilakukan dua kali, pertama sebelum masuk waktu subuh dan yang kedua pada waktu masuk waktu.
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw dari Ibnu Umar ra: “Sesungguhnya Bilal adzan diwaktu malam, karena itu makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan”. (HR. Bukhari Muslim). Adzan yang pertama dianjurkan untuk membangunkan orang dari tidurnya agar memberikan kesempatan mandi bagi orang junub.
2- Tertib dalam kalimat-kalimatnya
3- Berturut turut / tidak boleh putus
4- Dengan bahasa Arab (untuk keseragaman)
5- Didengar oleh Masyarakat
6- Muadzin (yang beradzan) harus laki laki tidak boleh perempuan
Syarat Muadzin
Harus seorang Muslim tidak sah adzan seorang kafir
Harus sudah cukup usia sedikitnya 6 tahun
Berakal (tidak gila)
Kesimpulannya adzan merupakan ibadah dan mereka yang tidak memiliki syarat (selain tersebut diatas) bukan ahlinya.
Lafadh Adzan
Lafadh Adzan terdiri dari 17 kalimat
Dari Abu Mahdhurah, ia berkata: “Wahai Rasulullah! Ajarkan aku bagaimana caramu mengucapkan adzan!” Rasulullah saw memegang kepalaku dan berkata, “Katakan seperti ini:
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar) اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar) اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
Rendahkan dengannya sauramu dan angkat suaramu sewaktu bersyahadat yaitu:
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة (Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة(Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
Jika adzan subuh kamu tambah dengan kalimat
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْم(Shalat itu lebih baik dari pada tidur)
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْم(Shalat itu lebih baik dari pada tidur)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
لآ إلَهَ إلا الله (Tiada Tuhan selain Allah) (HR Muslim dan Abu Daud)
Lafadh Iqamah
Iqamah merupakan tanda akan didirikan shalat, lafadhnya terdiri atas 11 kalimat:
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة(Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
قَد قَامَتِ الصَّلاَةْ (Shalat didirikan)
قَد قَامَتِ الصَّلاَةْ (Shalat didirikan)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
لآ إلَهَ إلا الله (Tiada Tuhan selain Allah)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أُمِرَ بِلاَلٌ أَنْ يُشْفِعَ الأَذَانَ وَيُوتِرَ الإِقَامَةَ إِلاَّ الإِقَامَة أَيْ إِلاَّ لَفْظَ ” قَدْ قَامَتْ الصَلاَةُ ” (رواه الشيخان)
Dari Anas bin Malik ra, ia berkata: ” Bilal diperintahkan untuk menggenapkan (dua kali-dua kali) adzan dan mewitirkan (satu kali-satu kali) iqamah, kecuali lafadh-lafadh iqamat, “Qad qaamatish shalaah, Qad qaamatish shalaah” (HR Bukhari Muslim)
Kisah Adzan dan Iqamah
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بِنْ زَيْدٍ الأَنْصَارِيّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ لِجَمْعِ الصَّلَاةِ ، طَافَ بِي وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِي يَدِهِ فَقُلْتُ : يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ ، قَالَ : وَمَا تَصْنَعُ بِهِ ؟ فَقُلْتُ : نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ ، قَالَ : أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ ؟ فَقُلْتُ لَهُ : بَلَى ، قَالَ : فَقَالَ : تَقُولُ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، قَالَ : ثُمَّ اسْتَأْخَرَ عَنِّي غَيْرَ بَعِيدٍ ، ثُمَّ قَالَ : وَتَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ ، قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ ، قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ ، فَقَالَ : ” إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، فَقُمْ مَعَ بِلَالٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَأَيْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ ، فَقُمْتُ مَعَ بِلَالٍ ، فَجَعَلْتُ أُلْقِيهِ عَلَيْهِ ، وَيُؤَذِّنُ بِهِ قَالَ : فَسَمِعَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ، وَهُوَ فِي بَيْتِهِ ، فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ ، وَيَقُولُ : وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ مَا رَأَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَلِلَّهِ الحمد (رواه أبو داود بإسناد صحيح)
Dari Abdullah bin Zed Al-Anshari ra, ia berkata: ” Ketika Rasulullah saw memerintahkan membunyikan lonceng untuk memanggil umat Islam agar melakukan shalat, aku menyaksikan seseorang dalam mimpiku berkeliling dengan lonceng di tangannya. Aku bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah! Apakah kau menjual lonceng ini kepadaku?” Ia bertanya, “Kenapa engkau membutuhkan lonceng ini?” Aku menjawab, “Untuk memanggil orang agar melakukan shalat.” Ia bertanya lagi, “Apakah mau kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada lonceng ini?” Aku berkata, “Ya.” Ia berkata, “ Ucapkan kalimat ini:
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar) اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar) اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة (Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة(Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
لآ إلَهَ إلا الله (Tiada Tuhan selain Allah)
Kemudian ia berhenti sejenak dan menambahkan, “Ketika engkau berdiri dan hendak melakukan shalat, engkau bisa mengucapkan:
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
أشْهَدُ أنَّ لآ إلَهَ إلا الله (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah)
أشْهَدُ أنَّ مُحََمََّدَ رَسُولُ الله (Aku bersaksi Muhammad utusan Allah)
حَيَّ عَلىَ الصَلاَة(Mari kita shalat)
حَيَّ عَلىَ الْفَلاَح (Mari kita menuju kemenangan)
قَد قَامَتِ الصَّلاَةْ (Shalat didirikan)
قَد قَامَتِ الصَّلاَةْ (Shalat didirikan)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
اَللهُ اَكْبَر (Allah Mahabesar)
لآ إلَهَ إلا الله (Tiada Tuhan selain Allah),
Ketika aku bangun paginya, aku menemui Rasulullah saw dan melaporkan mimpiku. Rasulullah saw berkata, “Mimpi itu merupakan suatu kebenaran, atas kehendak Allah, maka pergilah menemui Bilal dan ajarkan dia apa yang kau mimpikan supaya dikumandangkan, sebab ia memiliki suara yang lebih bagus darimu.” Aku pergi menemui Bilal dan mengajarkannya adzan dan ia mengumandangkannya.
Umar bin Khathab ra mendengar adzan ini ketika ia berada di rumahnya. Ia keluar dengan rida’nya (selendangnya) terseret di tanah dan berkata, “Aku bersumpah demi Allah yang telah memngutusmu sebagai rasul dengan kebenaran bahwa aku juga bermimpi apa yang ia mimpikan.” Rasulullah saw berkata, “Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah)” (HR Abu Daud dengan sanad shahih)
Sunah Adzan
1- Muadzin harus memiliki sifat amanah, karena ia bertanggung jawab akan masuknya waktu shalat dan ketepatannya. Juga karena adzan ini sangat berkaitan dengan puasa dan berbukanya kaum muslimin
2- Disunahkan beradzan dengan suara yang bagus dan lantang. Rasulallah saw dalam hadits di atas memerintahkan Abdullah bin Zed ra supaya mengajarkan Bilal ra apa yang ia mimpikan (adzan) sebab ia memiliki suara yang lebih bagus darinya. (HR Abu Daud dengan isnad shahih)
3- Disunahkan beradzan di tempat yang tinggi,
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ : بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا ، حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، قَالَ : وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا ، إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw memiliki dua muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum (seorang buta). Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.” Ia berkata: tidaklah di antara keduanya kecuali yang ini turun sedangkan yang satunya naik “ (HR Bukhari Muslim)
4- Disunahkan beradzan dalam keadaan berdiri tegak menghadap ke kiblat kecuali ketika sampai ke “Hayya ’alash Shalah Hayya ’alal falah” disunahkan memutarkan kepala ke kanan dan kiri sambil meletakan dua jarinya ke dalam dua telinganya.
عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ بِلَالًا خَرَجَ إِلَى الْأَبْطَحِ فَأَذَّنَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَلَمَّا بَلَغَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ لَوَى عُنُقَهُ يَمِينًا وَشِمَالًا (رواه الشيخان)
Dari Abu Juhaifah berkata: “Aku melihat Bilal keluar ke Abthah lalu adzan menghadap ke kiblat, ketika ia sampai ke “Hayyah ’Alash Shalah Hayya ’Alal Falah” ia memutar kepalanya ke kanan dan kiri” (HR Bukhari Muslim).
وَ فِي رِوَايَةٍ رَأَيْتُ بِلَالًا يُؤَذِّنُ وَيَدُورُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا وَأُصْبُعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ (الترمذي)
Dalam riwayat lain “Aku melihat Bilal adzan dan berputar, mulutnya ke sana dan ke sini, sementara dua jarinya berada dalam dua telinganya” (HR. At-Tirmidzi)
5- disunahkan muadzin suci dari hadast karena adzan adalah dzikir,
عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ , رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ، أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَةٍ (أحمد و أبو داود و النسائي بإسانيد صحيحة)
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw dari al-Muhajir bin Qunfidz ra: “Aku tidak suka bedzikir kecuali dalam keadaan suci” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai’ dengan sanad shahih).
6- Disunahkan mengucapkan “Asshalatu khairun minnaum” di waktu adzan subuh sesuai dengan hadist tersebut di atas dari Ibnu Mahdhurah
7- Disunahkan dua kali adzan di waktu subuh, adzan pertama tanda masuk imsak dan adzan kedua tanda masuk waktu shalat subuh, sesuai dengan hadist trb di atas dari Ibnu Umar ra
8- Disunahkan mengeraskan suara ketika adzan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بِنَ عَبْدِ الرَّحْمَن بِنْ اَبِي صَعْصَعَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ أَباَ سَعِيْدٍ الخُدْرِيّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَهُ إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin Abdurrahman ibnu Abi Sha’sha’ah ra, sesungguhnya Abu Sa’id Al-Khudri ra berkata: “sesungguhnya aku melihat kamu senang domba dan padang pasir maka bila kamu berada di sekitar domba-domba kamu atau padang pasir, dan kamu adzan untuk shalat maka keraskan suaramu ketika mengumandangkan adzan, karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah jin dan manusia dan tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara keras (lantang) seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin pada hari kiamat”. Abu said berkata: aku mendengar hal ini dari Rasulallah saw (HR. Al-Bukhari)
9- Disunahkan bagi yang mendengar adzan mengikutinya seperti yang dikumandangkan muadzin kecuali ketika sampai kepada ”Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alal falah, Hayya ‘alal falah” disunahkan mengucapkan ”La haula wala quwata illa billah”
10- Disunahkan bagi muadzin mengucapkan lafadz ”Ash-shalatu khairumminan naum” di waktu subuh, dan orang yang mendengar dianjurkan membaca ”Shadaqta wa bararta” (Engkau Maha benar dan lagi Maha indah).
11- Disunnahkan juga bagi orang yang mendengar iqamat untuk mengucapkan seperti yang diucapkan, kecuali pada saat ”Qod qaamatish-shalah”, pendengar dianjurkan membaca: “Aqamahallahu wa adaamaha ma damatis samawati wal ardhi wa ja’alni min shalihi ahliha” (semoga Allah selalu mendirikan dan melanggengkan shalat semasih langgengnya langit dan bumi dan jadikanlah aku dari ahli shalat yang shalih).
12- Disunahkan membaca shalawat atas Nabi saw dan berdoa setelah adzan
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
Artinya: Ya Allah, Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan, Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi saw) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِذا سمِعْتُمُ النِّداءَ فَقُولُوا مِثْلَ ما يَقُولُ ، ثُمَّ صَلُّوا علَيَّ ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى علَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ بِهَا عشْراً ، ثُمَّ سلُوا اللَّهَ لِي الْوسِيلَةَ ، فَإِنَّهَا مَنزِلَةٌ في الجنَّةِ لا تَنْبَغِي إِلاَّ لعَبْدٍ منْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفاعَةُ. (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian mendengar seruan (muadzin) mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan, lalu bacalah shalawat untukku, karena barang siapa membaca shalawat untukku satu kali, Allah akan mengucapkan shalawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah untukku karena itu adalah sebuah derajat di surga yang tidak diberikan kecuali kepada seorang hamba Allah. Aku berharap akulah hamba tersebut. Barangsiapa memintakan wasilah kepada Allah untukku, ia berhak mendapat syafaatku.” (HR Muslim)
13- Disunahkan membaca do’a (sesukanya) setelah membaca doa setelah adzan, sesuai dengan sabda Rasulallah saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ. (حسن أبو داود والترمذي)
Dari Anas bin Malik ra, Rasulallah saw bersabda: “Do’a antara waktu adzan dan waktu iqamah tidak ditolak ” (HR Abdu Dawud, At-Tirmidzi)
14- Disunahkan bagi wanita mengucapkan iqamah tanpa adzan. Karena adzan harus dikumandangkan dengan suara yang keras dan lantang sedang wanita tidak diperbolehkan mengeraskan suaranya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar