Pertanyaanya adalah apakah diperbolehkan melakukan mandi besar dengan air hangat? bagaimana hukumnya? Jawabannya boleh boleh saja bahkan tidak hanya sebatas mandi untuk menghilangkan hadats besar, air hangat juga diperbolehkan untuk dipergunakan wudhu (menghilangkan hadats kecil). Dalam ilmu FIQH permasalahan seperti ini sudah banyak dibahas oleh para puqaha (ahli fiqh) secara mendetail sejak zaman dahulu. Perlu kita ketahui bahwa proses menghangatkan air bisa terjadi dengan beberapa cara
- Dipanaskan dengan api, direbus (biar istri tercinta yang siapin)
- Menggunakan energi listrik
- Memanfaatkan sinar matahari tenaga surya
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
Dari Aslam Al-Qurasyiy Al-‘Adawy, mantan budak Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu beliau bercerita:
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالْمَاءِ الْحَمِيمِ
“Sesungguhnya Umar dahulu mandi dari air yang hangat.” (HR. Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya 675, dan Ibnu Hajar mengatakan sanadnya shahih Fathul Bari, 1:299)Ibnu Hajar menjelaskan:
وأما مسألة التطهر بالماء المسخن فاتفقوا على جوازه الا ما نقل عن مجاهد
“Masalah bersuci dengan air hangat, para ulama sepakat bolehanya kecuali riwayat yang dinukil dari Mujahid.” (Fathul Bari, 1:299)Kemudian diriwayatkan dari Atha’ bahwa beliau mendengar Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan:
«لَا بَأْسَ أَنْ يُغْتَسَلَ بِالْحَمِيمِ وَيُتَوَضَّأُ مِنْهُ»
“Boleh seseorang mandi atau wudhu dengan air hangat.” (HR. Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya, 677).Adapun hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, yang mengatakan,
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِي الشَّمْسِ ، فَقَالَ : لَا تَفْعَلِي يَا حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- masuk menemuiku sementara saya telah menghangatkan air dengan sinar matahari. Maka beliau bersabda, “Jangan kamu lakukan itu wahai Humaira (Aisyah) karena itu bisa menyebabkan penyakit sopak.”Hadis ini disebutkan oleh Ad-Daraquthni (1:38), Ibnu Adi dalam Al-Kamil 3:912, dan Al-Baihaqi 1:6 dari jalan Khalid bin Ismail dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah.
Tentang Khalid bin Ismail, Ibnu Adi berkomentar:
كَانَ يَضَعُ الْحَدِيثَ
“Dia telah memalsukan hadis”
Dalam sanad yang lain, hadis ini juga diriwayatkan dari jalur Wahb bin Wahb Abul Bukhtari dari Hisyam bin Urwah. Ibnu Adi mengatakan: “Wahb lebih buruk dari pada Khalid.”
Kesimpulannya, hadis ini tidak bisa jadi dalil karena statusnya hadis yang lemah.
Demikian keterangan Ibnu Hajar di At-Talkhish Al-Habir, 1:21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar