Tentang Riba

Riba secara bahasa berarti penambahan, petumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti “Akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya”

Kata “akad” mengandung makna ijab dan qabul, sehingga jika tidak ada ijab dan qabul, maka akad tidak ada, sama dengan seseorang yang menjual dengan sistem mu’athah (saling memberi) artinya menyerahkan dan menerima tanpa ada ucapan, dan ini terjadi pada sekarang ini dan bukan termasuk riba, walaupun ia haram, namun tidak seperti haramnya sebuah riba.

Kata “ganti yang khusus” yaitu uang dan makanan. Riba tidak berlaku pada selain keduanya, misalnya baju dan kain.

Kata “tanpa diketahui persamaannya” bisa untuk yang diketahui perbedaannya dan yang tidak diketahui persamaannya dan saling melebihi artinya pada benda yang sama jenisnya


Kata dalam “dalam timbangan syara” terkait masalah persamaan. Dan timbangan syara adalah takaran untuk barang yang ditakar dan timbangan untuk barang yang ditimbang dan hitungan untuk barang yang dihitung serta hasta untuk barang yang bisa diukur dengan hasta.

Qatadah berkata, “Sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang yang menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya dia menambah utangnya dan melambatkan tempo.”

Mujahid berkata tentang riba yang dilarang oleh Allah: “Mereka di zaman jahiliyah seseorang ada utang orang lain lalu ia berkata, ‘Bagimu begini dan begini dan tambah tempo bagiku, lalu pembayarannya diakhirkan”

Jenis Jenis Riba

1. Riba Al Fadhl

Adalah tambahan pada salah satu dua ganti kepada yang lain ketika terjadi tukar menukar sesuatu yang sama secara tunai. Islam telah mengharamkan jenis riba ini dalam transaksi karena khawatir pada akhirnya yang akan jatuh pada riba yang hakiki yaitu riba an nasi’ah yang sudah menyebar dalam tradisi masyarakat Arab. Rasulullah saw bersabda,

“Janganlah kalian menjual satu dirham dengan dua dirham sesungguhnya saya takut terhadap kalian dengan rima, dan rima artinya riba” (Ibnu Qudamah)

Karena perbuatan ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan riba yang hakiki, maka menjadi hikmah Allah dengan mengharamkannya sebab ia bisa menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan haram, dan siapa yang membiarkan kambingnya berada di sekitar kawasan larangan hampir saja ia masuk ke dalamnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw.

Termasuk dalam bagian ini adalah riba qardh, yaitu seseorang memberi pinjaman uang kepada orang lain dan dia memberi syarat supaya si penghutang memberinya manfaat seperti menikahi anaknya, atau membeli barang darinya, atau menambah jumlah bayaran dari utang pokok.

2. Riba Al Yadd (tangan)

Adalah jual beli dengan mengakhirkan penyerahan kedua barang ganti atau salah satunya tanpa menyebutkan waktunya.

3. Riba An Nasi’ah

Adalah jual beli dengan mengakhirkan tempo pembayaran. Riba jenis inilah yang terkenal di zaman jahiliyah. Salah seorang dari mereka memberikan hartanya untuk orang lain sampai waktu tertentu dengan syarat dia mengambil tambahan tertentu dalam setiap bulannya sedangkan modalnya tetap dan jika sudah jatuh tempo ia akan mengambil modalnya, dan jika dia belum mampu membayar, maka waktu dan bunganya akan ditambah.

Riba dalam jenis transaksi ini sangat jelas dan tidak perlu diterangkan sebab semua unsur dari Riba telah terpenuhi semua seperti tambahan dari modal, dan tempo yang menyebabkan tambahan. Dan menjadikan keuntungan (interest) sebagai syarat yang terkandung dalam akad yaitu sebagai harta melahirkan harta  karena adanya tempo dan tidak lain adalagi yang lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages