“ Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata; “ Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi –Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim (QS At-Tahriim : 11)
Yahya bin Salam berkata,” Adapun firman Allah “Allah membuat istri dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir (QS AT Tahrim :10) adalah perumpamaan yang disebutkan Allah sebagai teguran terhadap Aisyah dan Hafsah ketika mereka berselisih dengan Rasul SAW, dimana mereka’berunjuk rasa’ kepada beliau. Lalu Allah membuat perumpamaan juga kepada mereka berdua tentang Istri Fir’aun dan Maryam binti Imran, sebagai motivasi untuk berpegang teguh dalam ketaatan dan konsekuen terhadap agamanya .
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Laki-laki yang sempurna banyak jumlahnya, dan tidak ada yang sempurna dari wanita kecuali Asiyah istri Fira’un dan Maryam binti Imran. Keutamaan Asiyah dibandingkan wanita lainnya seperti keutamaan bubur tsarid dibanding semua makanan.” (HR. Bukhari, no.5418 dan Muslim, no.2431)
Tatkala Fir’aun mendapati keimanan istrinya, dia mengikatnya dengan empat pasak di kedua tanganya dan kedua kakinya. Ini termasuk siksaan yang menyakitkan lagi pedih. Oleh karena itu, dia berdoa kepada Rab-nya agar selamat dari Fir’aun serta perbuatannya dan diselamatkan dari kaum yang zhalim dengan membawanya ke tempat tinggal yang kekal dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.
Allah Ta’ala memberikan perlindungan kepada wainta shalihah lagi mulia tersebut dengan mengirim malaikat yang menaunginya tatkala dia ditinggal pergi oleh tentara Fir’aun yang menyiksanya. Malaikat itu juga menghibur hatinya dengan memperlihatkan rumahnya di surga ketika dia disiksa.
Allah telah menyaksìkan perjuangan dan pengorbanan total wanìta ìnì, dan Dìa juga memerìntahkan para malaìkat untuk menjadì saksì atas ketulusan cìnta Aìsyah kepada Tuhannya. Dan ketìka Aìsyah mulaì memejamkan mata menjemput ajalnya, Allah memerìntahkan Jìbrìl untuk menemuìnya dan memperlìhatkan kepadanya rumah yang telah dìsedìakan untuk wanìta agung ìnì dì surga. Dan Aìsyah pun akhìrnya wafat dengan membawa kemenangan atas seorang tìran yang telah gagal memaksanya bertekuk lutut dan menghìanatì cìnta sejatìnya kepada Rabb-nya.
Wanita ini telah membuktikan kepada Fir’aun akan kehinaan sang raja yang zhalim tersebut. Dia telah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Ilah dan Rabb. Dia mengingkari uluhiyah dan rububiyah Fir’aun. Seandainya dia adalah Ilah sebagaimana pengakuannya, tentunya istrinya tidak akan keluar dari ketaatannya, dan dia pasti bisa mengembalikan istrinya agar mengikuti kemauannya. Namun ternyata istrinya memilih beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah kisah wanita shalihah zaman dahulu yang hidup di sebuah istana raja tetapi bisa membuahkan ibrah (pelajaran) yang banyak untuk umat sesudahnya. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyifati Asiyah istri Fir’aun termasuk wanita yang sempurna.
Asiyah berhasil MEWARNAI lingkungannya, bukan sebaliknya malah TERWARNAI dengan perilaku tidak benar, padahal kalau saja Asiyah nunut saja dengan Firaun maka hidupnya akan jauh lebih “bahagia” dan “sejahtera”.
Betapa banyak istri-istri sekarang yang diam saja tidak menasehati apabila suaminya berlaku tidak benar, malah ikut-ikutan atau diam saja, dengan pertimbangan kalau menasehati suami khawatir pendapatannya akan dikurangi atau malah dihentikan oleh suami. Betapa banyak suami-suami yang bersikap seperti Firaun abad 20, yang menyiksa istrinya lahir dan juga batin dan melakukannya berulang-ulang seperti tak menyadari bahwa yang dilakukannya persis seperti Firaun kepada Asiyah…na’udzubillah
Marilah kita teladani Asiyah binti Muzahim dalam mempertahankan iman. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya menggoyahkan keyakinan kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan surga tertinggi yang penuh kenikmatan.
Demikian kisah Siti Asiah dan Masyitoh. Semoga muslimah sekalian bisa mengambil hikmah dan mengikuti jejak keduanya, meninggal dalam keadaan teguh menggenggam “Tauhid.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar