Meski ada peluang untuk melakukan talak, namun pada hakikatnya syariat Islam telah meletakkan beberapa ikatan yang membendung jalan yang akan membawa kepada perceraian, sehingga terbatas dalam lingkaran yang sangat sempit.
Talak bukanlah perbuatan yang boleh dikerjakan begitu saja. Sebab perbuatan itu adalah perkara halal namun dibenci Allah. Seolah ada kesan ingin mengharamkannya, namun masih tetap dibolehkan dengan catatan ada tingkat keperluan yang sulit dihindari.
Di antara hal-hal yang mempersempit kesempatan untuk melakukan talak adalah sebagai berikut :
1. Diharamkan Talak Tanpa Alasan Kuat
Talak yang dijatuhkan tanpa suatu alasan yang kuat adalah talak yang diharamkan dalam Islam. Dasar larangan ini adalah hadits nabi SAW :
Tidak boleh membuat bahaya dan membalas bahaya. (Riwayat Ibnu Majah dan Thabarani dan lain-lain)
Adapun apa yang diperbuat oleh orang-orang yang suka berselera dan suka mencerai isteri, adalah satu hal yang samasekali tidak dibenarkan Allah dan Rasul-Nya.
Aku tidak suka kepada laki-laki yang suka kawin cerai dan perempuan yang suka kawin cerai. (HR. Thabarani dan Daraquthni)
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada laki-laki yang suka kawin cerai dan perempuan-perempuan yang suka kawin cerai. (HR. Thabarani)
Abdullah bin Abbas juga berkata: Talak itu hanya dibenarkan karena suatu kepentingan.`
2. Haram Mentalak Waktu Istri Sedang Haidh
Apabila ada keperluan dan kepentingan yang membolehkan talak, tidak berarti seorang muslim diperkenankan untuk segera menjatuhkan talaknya kapan pun ia suka, tetapi harus dipilihnya waktu yang tepat.
Sedang waktu yang tepat itu --menurut yang digariskan oleh syariat-- yaitu sewaktu si perempuan dalam keadaan bersih, yakni tidak datang bulan, baru saja melahirkan anak (nifas) dan tidak sehabis disetubuhinya khusus waktu bersih itu, kecuali apabila si perempuan tersebut jelas dalam keadaan mengandung,
Karena dalam keadaan haidh, termasuk juga nifas, mengharuskan seorang suami untuk menjauhi isterinya. Barangkali karena terhalangnya atau ketegangan alat vitalnya itu yang mendorong untuk mentalak.
Oleh karena itu si suami diperintahkan supaya menangguhkan sampai selesai haidhnya itu kemudian bersuci, kemudian dia boleh menjatuhkan talaknya sebelum si isteri itu disetubuhinya.
3. Haram Mentalak Waktu Istri Sedang Suci Pasca Bersetubuh
Sebagaimana diharamkannya mencerai isteri di waktu haidh, begitu juga diharamkan mencerai di waktu suci sesudah bersetubuh. Sebab siapa tahu barangkali istri itu memperoleh benih dari suaminya pada kali ini, dan barangkali juga kalau si suami setelah mengetahui bahwa isterinya hamil kemudian dia akan merubah niatnya, dan dia dapat hidup senang bersama isteri karena ada janin yang dikandungnya.
Tetapi bila istri dalam keadaan suci yang tidak disetubuhi atau sudah jelas hamil, maka jelas di sini bahwa yang mendorong untuk bercerai adalah karena ada alasan yang bisa dibenarkan. Oleh karena itu di saat yang demikian dia tidak berdosa mencerainya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dikisahkan, bahwa Abdullah bin Umar Ibnul-Khattab pernah mencerai isterinya waktu haidh. Kejadian ini sewaktu Rasulullah SAW masih hidup. Maka bertanyalah Umar kepada Rasulullah SAW, maka jawab Nabi kepada Umar:
`Suruhlah dia (Abdullah bin Umar) supaya kembali, kemudian jika dia mau, cerailah sedang isterinya itu dalam keadaan suci sebelum disetubuhinya. Itulah yang disebut mencerai pada iddah, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam firmanNya:
Hai Nabi! Apabila kamu hendak mencerai isterimu, maka cerailah dia pada iddahnya. Yakni menghadapi iddah, yaitu di dalam keadaan suci.`
Di satu riwayat disebutkan:
Perintahlah dia (Abdullah bin Umar) supaya kembali, kemudian cerailah dia dalam keadaan suci atau mengandung.` (HR. Bukhari)
Akan tetapi apakah talak semacam itu dipandang sah dan harus dilaksanakan atau tidak?
Pendapat yang masyhur, bahwa talak semacam itu tetap sah, tetapi si pelakunya berdosa.
Sementara ahli fiqih berpendapat tidak sah, sebab talak semacam itu samasekali tidak menurut aturan syara` dan tidak dibenarkan. Oleh karena itu bagaimana mungkin dapat dikatakan berlaku dan sah?
Diriwayatkan:
Sesungguhnya Ibnu Umar pernah ditanya: bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang mencerai isterinya waktu haidh? Maka ia menceriterakan kepada si penanya tentang kisahnya ketika ia mencerai isterinya waktu haidh, dan Rasulullah SAW mengembalikan isterinya itu kepadanya sedang Rasulullah tidak menganggapnya sedikitpun.` (HR. Abu Daud)
4. Bersumpah Untuk Mencerai Hukumnya Haram
Seorang muslim tidak dibenarkan menjadikan talak sebagai sumpah untuk mengerjakan ini atau meninggalkan itu, atau untuk mengancam isterinya. Misalnya ia berkata kepada isterinya: `Apabila dia berbuat begitu, maka ia tertalak.`
Sumpah dalam Islam mempunyai redaksi khusus, tidak boleh lain, yaitu bersumpah dengan nama Allah: Demi Allah. Sebab Rasulullah SAW pernah bersabda:
`Barangsiapa bersumpah dengan selain asma` Allah, maka sungguh ia berbuat syirik.` (HR. Abu Daud, Tarmizi dan Hakim)
Dan sabdanya pula:
Barangsiapa bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau diam.` (HR. Muslim)
5. Talak Harus Dijatuhkan Bertahap
Islam memberikan kepada seorang muslim tiga talak untuk tiga kali, dengan suatu syarat tiap kali talak dijatuhkan pada waktu suci, dan tidak disetubuhinya. Kemudian ditinggalkannya isterinya itu sehingga habis iddah.
Kalau tampak ada keinginan merujuk sewaktu masih dalan iddah, maka dia boleh merujuknya. Dan seandainya dia tetap tidak merujuknya sehingga habis iddah, dia masih bisa untuk kembali kepada isterinya itu dengan aqad baru lagi. Dan kalau dia tidak lagi berhasrat untuk kembali, maka si perempuan tersebut diperkenankan kawin dengan orang lain.
Kalau saumi tersebut kembali kepada isterinya sesudah talak satu, tetapi tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan jatuhnya talak yang kedua, sedang jalan-jalan untuk menjernihkan cuaca sudah tidak lagi berdaya, maka dia boleh menjatuhkan talaknya yang kedua, dengan syarat seperti yang kami sebutkan di atas; dan dia diperkenankan merujuk tanpa aqad baru (karena masih dalam iddah) atau dengan aqad baru (karena sesudah habis iddah).
Dan kalau dia kembali lagi dan dicerai lagi untuk ketiga kalinya, maka ini merupakan suatu bukti nyata, bahwa perceraian antara keduanya itu harus dikukuhkan, sebab persesuaian antara keduanya sudah tidak mungkin. Oleh karena itu dia tidak boleh kembali lagi, dan istri pun sudah tidak lagi halal buat si laki-laki tersebut, sampai dia kawin dengan orang lain secara syar`i. Bukan sekedar menghalalkan si perempuan untuk suaminya yang pertama tadi.
Dari sini kita tahu, bahwa menjatuhkan talak tiga dengan satu kali ucapan, berarti menentang Allah dan menyimpang dari tuntunan Islam yang lurus.
Tepatlah apa yang diriwayatkan, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW pernah diberitahu tentang seorang laki-laki yang mencerai isterinya tiga talak sekaligus. Kemudian Rasulullah berdiri dan marah, sambil bersabda:
Apakah dia mau mempermainkan kitabullah, sedang saya berada di tengah-tengah kamu? Sehingga berdirilah seorang laki-laki lain, kemudian dia berkata: Ya Rasulullah! apakah tidak saya bunuh saja orang itu!` (HR. An-Nasa`i)
6. Kembali dengan Baik atau Melepas dengan Baik
Kalau seorang suami mencerai isterinya dan iddahnya sudah hampir habis, maka suami boleh memilih satu di antara dua:
Mungkin dia merujuk dengan cara yang baik; yaitu dengan maksud baik dan untuk memperbaiki, bukan dengan maksud membuat bahaya.
Mungkin dia akan melepasnya dengan cara yang baik pula; yaitu dibiarkanlah dia sampai habis iddahnya dan sempurnalah perpisahan antara keduanya itu tanpa suatu gangguan dan tanpa diabaikannya haknya masing-masing.
Tidak dihalalkan seorang laki-laki merujuk isterinya sebelum habis iddah dengan maksud jahat yaitu guna memperpanjang masa iddah; dan supaya bekas isterinya itu tidak kawin dalam waktu cukup lama. Begitulah apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah dulu.
Perbuatan jahat ini diharamkan Allah dalam kitab-Nya dengan suatu uslub (gaya bahasa) yang cukup menggetarkan dada dan mendebarkan jantung. Maka berfirmanlah Allah:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النَّسَاء فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلاَ تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لَّتَعْتَدُواْ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلاَ تَتَّخِذُوَاْ آيَاتِ اللّهِ هُزُواً وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Apabila kamu mencerai isterimu, kemudian telah sampai pada batasnya, maka rujuklah mereka itu dengan baik atau kamu lepas dengan baik pula; jangan kamu rujuk dia dengan maksud untuk menyusahkan lantaran kamu akan melanggar. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh dia telah berbuat zalim pada dinnya sendiri. Dan jangan kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan; dan ingatlah akan nikmat Allah yang diberikan kepadamu dan apa yang Allah turunkan kepadamu daripada kitab dan kebijaksanaan yang dengan itu Dia menasehati kamu. Takutlah kepada Allah; dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 231)Dengan memperhatikan ayat ini, maka kita dapati di dalamnya mengandung tujuh butir yang antara lain berisikan ultimatum, peringatan dan ancaman. Kiranya cukup merupakan peringatan bagi orang yang berjiwa dan mau mendengarkan.
Demikian sedikit ulasan tentang talak yang tidak sepenuhnya halal, tetapi banyak juga jenis talak yang hukumnya diharamkan. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar