Sebagai reaksi dari firqah yang sesat, maka pada akhir abad ke 3 H
timbullah golongan yang dikenali sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang
dipimpin oleh 2 orang ulama besar dalam Usuluddin yaitu Syeikh Abu
Hassan Ali Al Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur Al Maturidi. Perkataan
Ahlussunnah wal Jamaah kadang-kadang disebut sebagai Ahlussunnah saja
atau Sunni saja dan kadang-kadang disebut Asy’ari atau Asya’irah
dikaitkan dengan ulama besarnya yang pertama yaitu Abu Hassan Ali
Asy’ari.
Aliran Al-Maturidiyah adalah sebuh aliran yang tidak
jauh berbeda dengan aliran al-Asy'ariyah. Keduanya lahir sebagai
bentuk pembelaan terhadap sunnah. Bila aliran al-Asy'ariyah
berkembang di Basrah maka aliran al-Maturidiyah berkembang di
Samargand.
Kota tempat aliran ini lahir merupakan
salah satu kawasan peradaban yang maju. menjadi pusat
perkembangan Mu'tazilah disamping ditemukannya aliran Mujassimah.
Qaramithah dan Jahmiyah, Menurut Adam Metz. juga terdapat pengikut
Majusi, Yahudi dan Nasrani dalam jumlah yang besar. Al-Maturidi saat
itu terlihat dalam banyak pertentangan dan dialog setelah melihat
kenyataan berkurangnya pembelaan terhadap sunnah. Hal ini
dapat dipahami karena teologi mayoritas saat itu adalah
aliran Mu'tazilah yang banyak menyerang golongan ahli fiqih
dan ahli hadits. Diperkuat lagi dengan unsur terokratis penguasa.
Asy'ari
maupun Maturidi bukan tidak paham terhadap mazhab Mu'tazilah. Bahkan
al-Asy'ary pada awalnya adalah seorang Mu'taziliy namun
terdorong oleh keinginan mempertahankan sunnah maka lahirlah ajaran
mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam ahlussunnah wal
jama'ah.Sepintas kita mungkin menyimpulkan bahwa keduanya pernah
bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa
Pada masa itu, banyak
sekali ulama Muktazilah mengajar di Basrah, Kufah dan Baghdad. Ada 3
orang Khalifah Abbasiyah yaitu Malmun bin Harun Ar Rasyid, Al Muktasim
dan Al Watsiq adalah khalifah-khalifah penganut fahaman Muktazilah atau
sekurang-kurangnya penyokong utama daripada golongan Muktazilah.
Dalam
sejarah dinyatakan bahwa pada zaman itu terjadilah apa yang dinamakan
fitnah ”Al-Quran Makhluk” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak
sefahaman dengan kaum Muktazilah. Pada masa Abu Hassan Al Asy’ari muda
remaja, ulama-ulama Muktazilah sangat banyak di Basrah, Kufah dan
Baghdad. Masa itu zaman gilang gemilang bagi mereka, karena fahamannya
disokong oleh pemerintah.
B. Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama’ah berasal dari kata-kata:
a. Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”
b. Assunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakupucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW”.
c. Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”
d.
Al jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw.
Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.[2]
Secara
etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang
senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan jalan hidup para
sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan
Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu
'anhum. Al-Imam Ibnul Jauzi menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli
dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
atsar para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah.
Kata
"Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti sunah-sunah dan
atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam
dan para shahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan yang
shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari
perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.
Kedua,
lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian
ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah,
seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad
bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu
i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.
Kedua makna
itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan
dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam
dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah
adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Ada
beberapa riwayat hadits tentang firqah atau millah ( golongan atau
aliran) yang kemudian dijadikan landasan bagi firqah ahlussunnah
waljamaah. Sedikitnya ada 6 riwayat hadits tentang firqah/millah yang
semuanya sanadnya dapat dijadikan hujjah karena tidak ada yang dloif
tetapi hadits shahih dan hasan. Dari hadits yang kesimpulannya
menjelaskan bahwa umat Rasulullah akan menjadi 73 firqah, semua di
nearka kecuali satu yang di surga. itulah yang disebut firqah yang
selamat (الفرقة الناجية). Dari beberpa riwayat itu ada yang secara tegas
menyebutkan; ( أهل الســنة والجمــاعة) ahlussunnah waljamaah”. ataub
“aljamaah”. (الجماعة Tetapi yang paling banyak dengan kalimat; “ maa
ana alaihi wa ashhabi” ( ماأنا عليه وأصحا) . baiklah penulis kutipkan
sebagian hadits tentang firqah atau millah:.
Syeikh Abdul Qadir
Al-Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haqq, Juz 1,
Hal 80 mendefinasikan ASWAJA sebagai berikut;
“yang dimaksudkan
dengan sunnah adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi
ucapan,perilaku serta ketetapan Baginda). Sedangkan yang dimaksudkan
dengan pengertian jemaah adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para
sahabat Nabi SAW pada masa Khulafa’ Al-Rasyidin yang empat yang telah
diberi hidayah oleh Allah SWT”.
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah RA, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“
Akan terpecah umat Yahudi kepada 71 golongan, Dan terpecah umat Nasrani
kepada 72 golongan, Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan.
Semuanya akan dimasukkan keneraka kecuali satu. Berkata para sahabat :
Wahai Rasulullah, Siapakah mereka wahai Rasulullah ?. Rasulullah
menjawab : Mereka yang mengikuti aku dan para sahabatku”. (HR Abu
Daud,At-Tirmizi, dan Ibn Majah)
Dari pengertian hadits diatas dapat difahami dan disipulkan sebagai berikut:
Penganut
suatu agama sejak sebelum Nabi Muhammad (Bani Israil) sudah banyak yang
‘menyimpang’ dari ajaran aslinya, sehingga terjadi banyak interpretasi
yang kemudian terakumulasi menjadi firqah-firqah.
Umat Nabi
Muhammad juga akan menjadi beberpa firqah. Namun berapa jumlahnya?
Bilangan 73 apakah sebagai angka pasti atau menunjukkan banyak,
sebagaimana kebiasaan budaya arab waktu itu?.
Bermacam-macam
firqah itu masih diakui oleh Nabi Muhammad SAW sebagai umatnya,
berarti apapun nama firqah mereka dan apaun produk pemikiran dan
pendapat mereka asal masih mengakui Allah sebagai Tuhan, Muhammad
sebagi Nabi dan ka’bah sebagai kiblatnya tetap diakui muslim. Tidak
boleh di cap sebagai kafir. ‘lahu ma lana wa alaihi ma alainaa.’
Pengertian
semua di nereka kecuali satu, yaitu mereka yang tidak persis sesuai
dengan sunnah Nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka dahulu tapi
tidak kekal didalmnya yang nantinya akan diangkat ke surga kalau masih
ada secuil iman dalam hatinya. Sedangkan yang satu akan langsung ke
surga tanpa mampir di neraka dahulu.
الفرقة النـاجية (kelompok yang
selamat) adalah mereka yang mengikuti sesuai apa yang dicontohkan Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya (ماأناعليه وأصحـابه ) yang mungkin
berada di berbagai tempat, masa dan jamaah. tidak harus satu
organisasi, satu negara, satu masa atau satu partai dan golongan.
Istilah
ahlu sunnah dan jamaah ini timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham
gilongan Muktazilah, yang telah dikembangkan dari tahun 100 H atau 718
M. Dengan perlahan-lahan paham Muktazilah tersebut memberi pengaruh kuat
dalam masyarakat Islam. Pengaruh ini mencapai puncaknya pada zaman
khalifah-khalifah Bani Abbas, yaitu Al-Makmun, Al-Muktasim, dan Al-Wasiq
(813 M-847 M). Pada masa Al-Makmun, yakni tahun 827 M bahkan aliran
Muktazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut negara.
Ajaran
yang ditonjolkan ialah paham bahwa Al-Qur’an tidak bersifat qadim,
tetapi baru dan diciptakan. Menurut mereka yang qadim hanyalah Allah.
Kalau ada lebih dari satu zat yang qadim, berarti kita telah
menyekutukan Allah. Menurut mereka Al-Qur’an adalah makhluk yang
diciptakan Allah. Sebagai konsekuensi sikap khalifah terhadap mazhab
ini, semua calon pegawai dan hakim harus menjalani tes keserasian dan
kesetiaan pada ajaran mazhab.
Mazhab ahlu sunnah wal jaamaah
muncul atas keberanian dan usaha Abul Hasan Al-Asy’ari. Ajaran teologi
barunya kemudian dikenal dengan nama Sunah wal Jamaah. Untuk selanjutnya
Ahli Sunah wal jamaah selalu dikaitkan pada kelompok pahan teologi
Asy’ariyah ataupun Maturidiyah.
Asy'ariyah banyak menggunakan
istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini. Kebanyakan di kalangan mereka
mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus Sunnah wa Jamaah" adalah apa yang
dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi.
Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu Asy'ariyah,
Maturidiyah,dan Madzhab Salaf.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar