Bolehkah bertaklid kepada selain 4 mazhab?
Taklid bukanlah tindakan atau sikap ikut-ikutan atau membebek, melainkan tindakan bijaksana dan hati-hati dalam beragama. Yakni demi keselamatan umat Islam dan diri sendiri, seperti yang dilakukan Imam Ghazali dan Imam Nawawi, mereka bertaklid kepada mazhab walaupun mereka adalah tergolong Mujtahid.
Taklid adalah mengikuti pendapat seorang mujtahid yang telah menggali hukum dari sumber-sumber aslinya, al-qur’an, sunnah, ijma’ dan kiyas. Taklid merupakan kewajiban bagi orang yang tidak mampu mencapai tingkatan Mujtahid
Dalam masalah taklid, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang muqallid (orang yang bertaklid). Pertama, harus mengikuti salah satu dari empat mazhab resmi dalam Islam, yakni Hanafi, Maliki, Syafie, atau Hanbali. Para Jumhur Ulama bersepakat bahwa dilarang bertaklid kepada selain mazhab yang empat, walau untuk dikerjakan pribadi, apalagi untuk difatwakan.
Sekarang kenapa kita tidak boleh bertaklid selain dari 4 mazhab trb diatas?
Kita tidak boleh bertaklid selain 4 mazhab. Dalam hal ini, bukan berarti kita mengesampingkan ilmu dan ijtihad ulama dari selain mazhab empat, namun disebabkan kurangnya sikap perhatian murid-murid selain mazhab empat untuk menjaga pemikiran gurunya, sehingga dikhawatirkan terjadinya penyimpangan dan perubahan.
Contohnya: Imam al-Laith bin Sa’ad adalah hidup sezaman dengan Imam Malik. Imam as-Syafie telah menyatakan bahwa Imam AI-Laits lebih fakih daripada Imam Malik, tetapi sayang pengikut dan muridnya (al-Laits) tidak menyebarkan pendapat-pendapatnya.
Di Iraq pula terdapat Sufyan al-Thauri yang tidak kurang martabat kefakihannya dari pada Imam Abu Hanifah. Imam al Ghazali telah menganggapnya sebagai salah seorang Imam yang pintar di dalam fiqih.
Begitulah juga dengan Imam at-Tabari adalah seorang mujtahid. Beliau adalah imam di dalam fiqih, tafsir, hadis dan tarikh. Mazhabnya mempunyai pengikut, tapi sayang kemudian habis dan putus.
Di kalangan keluarga Rasulullah saw pula terdapat Imam Ja’far as-Shadiq. Ia adalah mujtahid serta diakui ahli sunnah. Begitu pula Mazhab Zaidiyah yang dianut sebagian kecil masyarakat Yaman, berasal dari Imam Zaid bin Ali bin al-Husain. Dunia Islam bukan tidak mengakui kemampuan dan kehebatan kedua Imam ja’far dan Zaid sebagai mujtahidin, karena selain sebagai pemikir Islam yang memiliki martabat yang tinggi dalam tingkat keilmuan, beliau tergolong ulama yang saleh. Hanya saja, murid-muridnya mengabaikan usaha gurunya, sehingga tak mampu menjaga hasil karya mereka.
Kemudian, ada 4 mazhab. Mengapa timbul mazhab mazhab lain? Kita tidak sebut selain empat mazhab mereka adalah mazhab-mazhab yang sesat. Sebab dalam Islam lahir 73 mazhab (aliran). Dari 73 mazhab itu ada 72 mazhab sesat. Hanya satu saja yang tidak sesat yang dikatakan aliran ahli sunnah wal jamaah. Dari aliran itu timbul 4 mazhab. Inilah mazhab-mazhab yang sah, yang dianggap satu aliran yaitu ahlisunnah wal jamaah.
Mazhab yang 4 ini dianggap satu, yang dikatakan mazhab yang berpegang pada ahli sunnah wal jamaah. Perbedaan antara 4 mazhab hanya pada bab-bab furu’, bukan pada bab-bab pokok (hukum). Perbedaan mereka bukan masalah-masalah aqidah, bukan masalah usuluddin, hanya bab furu’ ada kelainan sedikit.
Dan yang selain dari mazhab yang 4 ini, tidak terkenal. Kitab-kitab mereka tidak ada, dan banyak yang sudah hilang, makanya tidak bisa dijadikan bahan rujukan. Adapun 4 mazhab ini ada kitab-kitab dan ada rujukan mereka. Imam Malik ada kitabnya yang terkenal “Al-Muwattha’“. Imam Syafie ada kitabnya Ar-Risaalah dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya yaitu Al-Umm.
Kedatangan pakar-pakar hadist adalah setelah datangnya para Imam Mazhab. Para Imam mazhab datang di kurun yang pertama. Pakar-pakar hadist datang di kurun yang ke 3. Maka dari itu kebanyakan pakar-pakar ilmu hadist mereka bermazhab. Mereka itu kebanyakannya bermazhab Syafi’e. Padahal hadist di kepala mereka. Bahkan ada di kalangan mereka yang hafal Al Quran. Artinya tempat rujuk ada pada mereka. Seharusnya mereka bisa dan mampu buat mazhab tetapi mereka tidak buat. Mereka bermazhab kepada mazhab Syafi’i.
Karena sekarang ini, orang sangat mudah menolak mazhab. Sedangkan pakar hadist pun bermazhab. Merujuk pada Mazhab Syafi’e. Jadi jangan mudah terpengaruh. Pakar hadist pun ikut mazhab. Masa kita tidak ikut mazhab sedangkan kita ini, satu ayat pun tidak faham. Apalagi beribu-ribu hadist.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar